Cerita ini terjadi 7 tahun yang lalu, waktu itu aku masih berumur 14 tahun. Dan sejak
peristiwa itu, kemalangan demi kemalangan menimpaku, sungguh jelek nasibku. Kepada siapa aku
berani mengadukan nasibku ini, kecuali kepada para pembaca di situs cerita online ini,
mudah-mudahan ada yang mau menolongku, mengentaskan nasibku yang jelek. Namaku Nadya, adalah anak bungsu dari 6 bersaudara, ayahku adalah pegawai rendah pemerintahan di kota Malang,
keluargaku termasuk miskin, rumah setengah batu, kondisinya sudah tua, namun letaknya di
tepi jalan propinsi.
Di rumah, aku tinggal bersama seorang kakak laki-laki, Ayah dan Ibuku, sedang mbak-mbak dan mas-masku yang lain sudah berkeluarga. Masih ada lagi, mbak-mbak 2 orang yang membantu
Ibuku, dan kadang-kadang ada seorang tukang antar beras dari desa yang menginap di rumahku
kalau kemalaman.
Untuk menutupi biaya hidup keluarga, Ibuku terpaksa membuka warung pecel di rumah, lumayan karena untuk keperluan sehari-hari keluarga dapat ditolong dari warung ini. Biarpun baru
kelas 3 SMP, tubuhku termasuk bongsor, tinggiku sekitar 150 cm, beratku 38 kg, dan buah
dadaku sudah mulai besar, sebesar mangga yang sekilonya berisi dua, kulitku kuning langsat,
bersih dan wajahku terbilang cantik, badanku proporsional, kata teman-temanku.
Orangtuaku mendidik dengan ketat dalam suasana jawa dan keagamaan yang taat, dan tabu akan hal-hal yang berbau erotis atau porno, lebih-lebih sampai melakukan hal itu sebelum menikah.
Terlebih lagi di usiaku yang masih sangat muda, aku tidak pernah berani mau macam-macam
dengan laki-laki yang mencoba menaksirku. Selain itu, aku kasihan dengan orang tuaku,
apabila ada kejadian yang menyusahkan beliau berdua.
Kehidupanku berjalan biasa-biasa saja, sampai kejadian itu terjadi. Waktu itu, di tengah
malam tiba-tiba aku terbangun dari tidur, aku merasa nafasku sesak, dan mataku gelap, kaki
dan tanganku sakit, serta perut dan dadaku tertekan benda yang berat. Aku menjadi panik dan
mencoba bersuara tetapi tidak bisa, rupanya mulutku tertutup oleh sesuatu benda, dan juga
mataku, sedang benda yang menindihku itu ternyata orang. Tangan dan kaki yang sakit ini,
rupanya disebabkan karena telah diikat dengan kuat, sehingga terasa sakit dan tidak dapat
bergerak. Setelah sadar betul dari tidurku ini, aku menyadari ada suatu peristiwa yang
menakutkan akan terjadi. Tanganku diikat di sisi atas tempat tidur, sedangkan kakiku diikat
di sisi bawah sehingga kakiku menganga. Aku telentang di tempat tidur dalam posisi seperti
huruf "X". Aku merasa bahwa sebagian pakaianku sudah tidak melekat dengan benar di badanku,
BH-ku tersingkap, dan celana dalamku rupanya sudah tidak ada. Ada tangan yang dengan kasar
sedang meraba-raba kemaluan dan buah dadaku, terutama pada kedua puting susuku yang terasa digigit-gigit, ngilu-ngilu sakit. Dan terdengar suara napas ngos-ngosan, sambil menggigit
dan menjilat-jilat sekujur badanku, buah dadaku, leherku, telingaku, dan terus turun
kebawah. Aku mulai menangis, karena merasa tidak berdaya, tapi tidak bisa, berteriak pun
tidak bisa, saking ngerinya, aku kemudian tidak sadarkan diri.
Tidak berselang lama kemudian, aku tersadar kembali, aku merasa posisi badanku belum
berubah, masih saja telentang dengan kedua tangan dan kaki terikat pada sudut-sudut tempat
tidur. Hanya saja sekarang semua baju yang melekat pada tubuhku telah terlepas, sehingga aku
telentang dengan keadaan telanjang bulat. Aku sedih sekali, karena benar-benar tidak berdaya
untuk mempertahankan kehormatanku, sebentar lagi hidupku akan hancur, setelah bajingan yang tidak kukenal dan tidak dapat kulihat itu selesai memerkosaku. Aku benar-benar sedih
menyadari bahwa bagian terpenting dari hidupku sebentar lagi akan direnggut paksa oleh orang
yang tak kukenal.
Rupanya, pada saat semua keluargaku sudah tertidur, ada orang yang masuk ke dalam rumah dankemudian masuk ke kamarku yang kebetulan kuncinya hanya dari slot kayu yang dipakukan kekusen pintu, sehingga cukup disentak sekali saja bisa lepas. Rupanya orang tersebut sudah
cukup mengetahui situasi rumahku. Tangan dan kakiku masih terikat, dan mulut serta mataku
pun masih tertutup, menurut perkiraanku pada saat itu kira-kira pukul 12-1 malam, aku
ketahui dari bunyi jangkrik yang sayup-sayup kedengaran. Tiba-tiba aku merasa, badanku ada
yang mengelus-elus dan menggerayangi, kedua buah dadaku terasa diremas-remas dan pada bagian
putingku dipelintir-pelintir. Bagian perutku terasa dicium dan dijilat-jilat, terus menurun
kebawah dan kemudian giliran kedua paha saya yang kemudian dicium-cium dan dijilat-jilat,
terus kepangkal pahaku, akhirnya kemaluanku yang menjadi sasaran permainan mulut dan lidah orang tersebut. Terasa lidahnya menyapu kedua bibir kemaluanku dan sekali-sekali terasa
lidahnya mencoba membelah bibir kemaluanku untuk menerobos kedalam lubang vaginaku. Pada
saat berikutnya terasa klitorisku menjadi sasaran lidahnya. Aku tidak dapat berkutik, ingin
kututup pahaku, tetapi kedua kakiku dipegangi dan diikat dengan kuat.
Mula-mula terasa pedih, linu dan nyeri luar biasa. Lidah orang itu, menyapu bibir kemaluanku
dan mencoba menerobos ke dalam liang vaginaku, sambil menggigit dan menjilati clitorisku,
dan kadang-kadang lidahnya terjulur ke dalam liang vaginaku. Gigitan-gigitan kecilnya
mula-mula membuatku merasa sakit, tapi lama-kelamaan muncul rasa lain yang belum pernah
kurasakan seumur hidupku, geli, linu, sedikit perih tapi nikmat sehingga membuat seluruh
badanku terasa panas dingin. Lama-kelamaan tanpa terasa aku menggoyang-goyangkan pantatku
karena menahan rasa geli luar biasa yang ditimbulkan dari permainan mulut dan lidahnya pada
bagian-bagian sensitifku itu. Dan dihisap-hisapnya pula, sehingga aku semakin bertambah tak
dapat menahan rasa gelinya, dan tangan orang itu pun tidak tinggal diam, dipuntir-puntirnya
puting buah dadaku, serta diremas-remasnya, sehingga menambah rasa geli sekaligus nikmat.
Aku sudah melupakan rasa takut dan sedih, berganti dengan rasa sangat nikmat, nikmat sekali,
sulit kuutarakan rasa nikmatnya. Rupanya inilah, yang disebut dengan surga dunia. Saking
tidak tahannya, aku ingin menjerit tapi tidak dapat mengeluarkan suara, hanya desahan dari
hidungku, tiba-tiba aku merasakan suatu kenikmatan luar biasa yang tidak dapat kulukiskan
dan aku tiba-tiba merasa hendak pipis, "...crut..., crut..., crut..., nyut..., nyut...,
nyut...", dan bagian dalam kemaluanku terasa berdenyut-denyut. Badanku menjadi kejang dan
bergetar dengan hebat sampai tak terasa badanku tersentak-sentak dan terangkat-angkat di
atas tempat tidur. Rupanya aku telah mencapai yang disebut orgasme. Dan pipisku itu rupanya
cairan yang menyemprot dari dalam vaginaku saat orgasme. Setelah saat kenikmatan yang
melandaku usai, seluruh badanku terasa lemas tak bertenaga.
Kemudian terasa orang itu mulai menindihku, mulutnya terasa menghisap-hisap leherku,
mulutnya berbau aneh, rupanya itu adalah bau cairan yang keluar dari milikku. Tangannya
meraba-raba dan meremas-remas seluruh tubuhku, terutama pada kedua bongkahan pantatku,
kadang dengan halus tapi seringkali kasar, dan tiba-tiba pada pangkal pahaku, tempat dimana
tadi dijilat-jilat dan di sedot-sedotnya, terasa ada benda tumpul, keras lagi besar
menggesek-gesek di antara kedua pahaku yang sudah terkangkang itu. Secara otomatis aku
mencoba merapatkan kedua kakiku, akan tetapi tidak bisa karena tertahan oleh ikatan pada
sudut-sudut tempat tidur. Benda tumpul itu terasa mengoles-oles bibir kemaluanku dan
sekali-sekali ditekan pada klitorisku. Terasa sangat geli dan ada perasaan nikmat yang
menjalar ke seluruh tubuhku. Tak terasa kemaluanku menjadi sangat basah dan ini rupanya
disadari juga oleh orang tersebut, bahwa aku sudah sangat siap untuk permainan selanjutnya.
Secara perlahan-lahan terasa benda tersebut menguak kedua bibir kemaluanku yang masih sangat rapat dan terasa benda tersebut memaksa masuk kedalam lubang vaginaku. Rupanya itu adalah
penis orang itu, perasaan sakit pada kemaluanku mulai terasa, pedih, terasa penis orang
tersebut yang rupanya sangat besar sulit menembus kemaluanku yang masih perawan, aku mencoba menjerit, tapi hanya terdengar lenguhan dan dengusan dari hidungku saja, karena mulutku
dibekap.
Aku mencoba berontak, tapi tidak bisa, karena kedua tangan dan kakiku terikat, benar-benar
aku merasa tidak berdaya. Dan akhirnya, aku merasa kemaluanku seakan-akan terbelah dan ulu hatiku seakan-akan disodok oleh benda tumpul, ketika orang tersebut dengan ganas dan kasar
secara brutal menekan masuk dengan paksa seluruh penisnya kedalam lubang kemaluanku. Terasa besar dan panjang, memadati serta mengisi setiap sudut ruang kemaluanku, sakit dan ingin
pingsan rasanya bercampur aduk dalam diriku. Penis yang besar itu terasa memadati dan
terbenam, diam sejenak dalam kemaluanku. Tidak lama kemudian terasa orang itu mulai
menaikturunkan pantatnya, sehingga penisnya naik turun, masuk keluar, pada kemaluanku.
Mula-mula setiap penisnya bergerak masuk atau keluar dari kemaluanku, terasa sakit dan
nyeri, akan tetapi lama kelamaan, rasa perih hilang dan berganti dengan rasa nikmat,
perasaan nikmat yang sukar kulukiskan, semakin lama perasaan nikmat itu mulai menjalar ke
seluruh tubuhku, sehingga aku merasa seakan melayang-layang. Badanku dengan tidak sadar
mulai meresponsnya dengan ikut bergoyang-goyang, dan tiba-tiba badanku bergetar lagi dengan
hebat dan bagian dalam kemaluanku kembali berdenyut-denyut dengan hebat, aku mengalami
orgasme lagi dan bahkan lebih hebat daripada sebelumnya. Dan rupanya, orang itu masih tetap
kuat dan naik turun, terus-menerus, beberapa saat kemudian, aku mengalami orgasme lagi, lagi
dan lagi, dan dia masih naik turun terus dengan stabil tanpa ada tanda-tanda akan berhenti,
aku keluar terus menerus lagi dan lagi. Sampai seluruh badanku terasa lemas tidak bertenaga.
Aku sekarang benar-benar terkapar tidak berdaya, dengan kedua kaki yang terpentang diperkosa oleh orang tersebut sesuka hatinya. Dan orang itu, suatu saat mempercepat gerakannya, dan
tiba-tiba dia merangkulku kuat-kuat, serta menciumi serta menghisap leherku kuat-kuat, dan
terasa penisnya berdenyut-denyut, kemudian terasa cairan hangat kental menyembur dengan
derasnya membasahi rongga-rongga lubang kewanitaanku. Dan karena tekanan badannya yang kuat serta denyutan-denyutan yang kurasakan dari penisnya, sehingga membuatku kemblai mengalami orgasme yang ke sekian kalinya secara bersamaan dengan orang tersebut. Badanku bergetar dan akupun merasakan denyutan-denyutan juga, nikmat sekali. Badan orang tersebut terkulai
menelungkup di atas badan saya dengan penisnya yang masih terbenam di dalam liang
kewanitaanku.
Setelah beristirahat sebentar terasa penis orang tersebut yang masih terbenam dalam
kemaluanku mengeras kembali. Dan malam itu rupanya permainan belum usai, dengan semangat
menggebu-gebu orang itu mengulangi lagi permainannya, demikian diulanginya sampai tiga kali
lagi pada malam itu. Aku sungguh merasa lelah dan lemas sekali, seluruh tulang-tulangku
seakan-akan terasa dilolosi, tapi di sisi lain aku merasakan kenikmatan yang teramat sangat
luar biasa. Sungguh ini suatu pengalaman pertama yang sulit kulupakan dan bahkan sampai kini
pun aku tidak tahu, siapa pelaku sebenarnya. Barang-barang di rumahku tidak ada yang hilang
satupun, jadi tentu saja dia bukan pencuri. Baru pada saat menjelang pagi, orang itu keluar
dari kamar, dimana sebelumnya satu tali di tanganku dilepaskan simpulnya. Dan setelah orang
itu pergi, aku buka talinya, tangan satunya aku lepaskan, rupanya mata dan mulutku
diplester, pakai plester putih. Dan kakiku pun sudah kulepaskan. Kulihat, ada bekas-bekas
warna merah di sepreiku yang putih warnanya dan badanku pun juga terlihat merah-merah, bekas
gigitan dan sedotannya. Celana dalamku, teronggok sobek di lantai, demikian juga baju dan
BH-ku.
Aku merasa sedih sekali mengingat aku telah kehilangan milikku yang paling berharga, tapi di
lain pihak ada perasaan puas yang melanda diriku dikarenakan perasaan nikmat yang baru saja
kuperoleh. Aku tidak berani menceritakan hal itu ke orang tuaku ataupun kepada saudaraku
karena malu dan takut. Aku hanya memendam kejadian ini seorang diri saja. Kejadian ini,
masih terulang lagi berkali-kali, sampai aku tamat dari SMA dan herannya aku tidak hamil,
entah diapakan oleh orang ini. Aku sudah tidak lagi merasa takut apabila kamarku dimasuki
kembali oleh orang tersebut, bahkan aku ada semacam perasaan rindu dan kehilangan jika orang
tersebut baru datang agak lama. Aku hanya dapat menduga bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh tukang antar beras dari desa yang memang sering bermalam di rumahku, tapi setiap aku
bertemu dengannya, dia bersikap biasa saja, seolah tidak ada pernah ada kejadian apapun. Aku
sebenarnya ingin meminta pertanggungjawabannya, tetapi malu, jangan-jangan bukan dia, karena
sebenarnya aku tidak memiliki bukti apapun.
Setelah tamat SMA, aku dilamar oleh seorang pemuda, dia bersedia menikahiku karena
menurutnya dia sangat mencintaiku dan di matanya, aku adalah anak gadis yang lugu, sopan,
alim dan tidak pernah macam-macam. Namun apa yang sebenarnya telah terjadi, sungguh
membuatku sedih. Pemuda ini, pada malam pertama kami, mendapatiku sudah tidak perawan lagi,
dan dia menuduhku sudah berpengalaman. Aku menyadari tuduhannya betul, jadi aku diam saja
dan tidak menjawab. Dia bertambah marah, sehingga sering dia pulang larut malam dalam
keadaan mabuk. Dalam keadaan setengah sadar itu, dia bahkan sudah mulai berani memukulku.
Aku sadar, memang pada awalnya akulah yang bersalah, mengapa dulu aku tidak berterus terang
saja pada pemuda yang sekarang telah menjadi suamiku ini. Lama-kelamaan aku tidak tahan lagi
karena aku sering disakitinya, sehingga aku pulang ke orangtuaku dan menceritakan tentang
tabiat suamiku ini serta latar belakang perlakuannya padaku. Ibuku menyesali nasibku yang
jelek, dan menyarankan untuk mencari jalan tengah yang terbaik. Tapi aku sudah telanjur
takut terhadap suamiku karena dia sudah sangat sering menyakitiku. Dan akhirnya dengan
terpaksa aku menggugatnya cerai.
Penjelajahan Malam
Berbagi Cerita, Jumat, 14 November 2008MALAM JAHANAM
Berbagi Cerita,
MALAM JAHANAM
Aku tersadar dan menemukan diriku sudah terikat di kursi di ruangan tengah rumah peristirahatan di Puncak. Aku dan beberapa teman berserta istri mereka sedang ber-weekend di puncak. Istriku, Diah sedang kembali ke Jakarta mengambil beberapa keperluan yang tertinggal. Sedangkan aku sendiri baru pulang berjalan-jalan sendiri, sekitar pukul 7 malam ketika sebuah pukulan mendarat di kepalaku tepat ketika aku akan membuka pintu.
Di tengah ruangan ada dua orang berdiri mengawasiku. Yang satu berkulit penuh tato, dan yang satu berbadan kekar.
"Hei, lo sudah bangun. Bagus jadi lo bisa liat bagaimana kita mainin istri lo sekarang!" kata si Tato.
Diah! Diah akan pulang sebentar lagi. Hampir bersamaan, terdengar kunci pintu depan diputar dan Diah masuk ke ruang depan. Si Kekar langsung mendekati dia sebelum Diah sadar apa yang terjadi. Diah terkejut dan berusaha melepaskan pelukan si Kekar. Kakinya menendang-nendang. Tapi pelukan si Kekar tidak dapat dilepaskannya. Kemudian ia melihat si Tato, berdiri disampingku dengan pisau panjang di leherku.
"Diem atau dia mati!" katanya.
Diah langsung berhenti meronta-ronta. Sementara itu si Kekar sekarang menekuk tangannya ke belakang.
"Ka,kalian mau apa?"
Si Tato berjalan mendekati Diah tanpa menjawab. Kemudian ia menarik dan merobek t-shirt yang dikenakan oleh Diah. Nafas Diah tersentak ketika dengan cepat si Tato dengan pisaunya melucuti BH dan celana jeans yang dikenakannya. Sekarang Diah berdiri di tengah ruangan hanya dengan memakai celana dalamnya. Payudaranya yang penuh bulat terbuka, demikian juga dengan tubuhnya yang putih mulus, tidak tertutup selembar benangpun. Diah baru berumur 25 tahun, dan kami baru menikan 3 bulan yang lalu.
"Ampun, jangan.." Diah meronta sambil memandangku putus asa.
"Diem brengsek!" kata si Tato.
Kemudian ia menyeret Diah ke depan kamar mandi, dan ia meletakan kedua tangan Diah pada kusen pintu kamar mandi sehingga Diah berdiri dengan bertumpu ke depan dengan kedua tangannya. Kemudian si Tato melebarkan kaki Diah. Diah sekarang berdiri dengan kaki terbuka di depan kamar mandi, dan tepat di hadapannya terdapat kaca rias, setinggi tubuh manusia. Kaca itu biasanya digunakan Diah untuk mencoba baju-baju yang baru dibelinya. Si Tato lalu merobek celana dalam Diah dan menjatuhkannya ke lantai. Sekarang Diah bisa melihat dirinya melalui cermin di depannya telanjang bulat, dan di belakang dilihatnya si Tato sedang mengagumi dirinya.
"Gila bener! Gue suka pantat lo. Lo bener-bener oke!" si Tato menampar pantat Diah yang sebelah kiri yang membuat Diah menjerit dan melompat kesakitan. Lalu tanpa menunggu lagi, si Tato melepaskan celananya dan memperlihatkan penisnya yang sudah keras. Si Tato kemudian menyelipkan penisnya diantara kedua kaki Diah lewat belakang, untuk diperlihatkan pada Diah.
"Jangan pak. Jangan! Ampun, jangan!" Diah menoleh ke belakang dan memandangku. Terlihat air mata meleleh dari matanya. Aku meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari ikatan.
Si Tato masih tidak peduli melihat Diah memohon-mohon. Kepala penisnya kemudian menyusuri belahan pantat Diah, terus menuju ke bawah, kemudian maju mendekati bibir vaginanyah. Setelah tangan si Tato memegang pinggul Diah dan dengan satu gerakan keras bergerak maju.
"Arrgghh, jangaan! Ampuun!" Diah menjerit-jerit ketika penis si Tato mulai membuka bibir vaginanya dan mulai memasuki lubang kemaluannya. Kaki Diah mengejang menahan sakit ketika penis si Tato terus menembus masuk tanpa ampun.
Si Tato mulai bergerak maju mundur memperkosa Diah dan ketika kepala Diah terjatuh lunglai kesakitan, ia menarik rambut Diah sehingga kepala Diah kembali terangkat dan Diah kembali bisa melihat dirinya disetubuhi oleh si Tato melalui cermin. Kadang-kadang si Tato menampar pantat Diah berulang kali, aku juga melihat payudara Diah yang tersentak-sentak setiap kali si Tato memasukan penisnya ke dalam vagina istriku.
Tiba-tiba si Tato mengeluarkan penisnya dari vaginanyah. Diah langsung meronta dan berlari menuju pintu, berharap seseorang akan melihatnya minta tolong, biarpun dirinya telanjang bulat. Tapi si Kekar terlebih dahulu menyambar pinggangnya sebelum Diah sampai ke pintu depan.
"Ahh, tolong! Tolommpphh", Teriakan Diah dibungkam oleh tangan si Kekar sementara itu si Tato mendekat dan mengikat tangan Diah menjadi satu ke depan. Setelah itu, Diah didorong hingga terjatuh di atas lutut dan sikunya. Sekarang si Kekar, membuka celananya dan memasukan penisnya ke mulut Diah.
"Mmpphh!", Diah berteriak, dengan penis di dalam mulutnya. Sementara itu si Kekar masih diam dan terus menggerakkan penisnya di mulut Diah. Mata Diah tertutup dan wajahnya memerah, sementara itu air mata masih meleleh turun di pipinya. Ketika itu si Tato masuk ke kamar tidur kami dan ketika kembali ia membawa salah satu ikat pinggang kulitku. Si Kekar kemudian mengeluarkan penisnya dari mulut Diah. Diah yang masih tersungkur di atas lutut dan sikunya terlihat lega. Tapi tanpa peringatan lagi, si Tato mengayunkan ikat pinggang ke pantat Diah.
"Aduuh. Sakiit! Ampuun! Jangan, pak, sakit!", si Tato terus memukuli pantat Diah, sementara Diah berusaha merangkak menjauh, dan berusaha berdiri. Akhirnya Diah sampai ke sofa dan berusaha berdiri. si Tato berhenti memukul dan langsung berlutut di belakang Diah dan meremas pantat Diah.
"Jangan bergerak!" anacam si Tato.
Diah sekarang bersandar pada sofa. Payudaranya tertindih badannya di sofa, sementara ia berlutut di lantai.
"Ampun pak! Lepaskan saya pak! Sakit pak! Ampun!".
"Diem!" bentak si Tato. si Tato membuka belahan pantat Diah dan meraba-raba liang anusnya. "Ap, apa, mau kalian.".
"Siap, siap sayang. Gue musti ngerasain pantat lo yang putih mulus ini!".
Diah memandangku dengan ketakutan, kemudian ia menoleh ke si Tato yang ada di belakangnya. Wajahnya mulai memucat.
"Jangan! Jangan pak. Saya nggak mau diperkosa di situ pak! Ampun!".
"Well, gue tetep mau peduli lo mau apa nggak!" si Tato menarik tubuh Diah hingga ia terjatuh di atas sikunya lagi ke lantai, dan mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi. Kemudian ia menempatkan kepala penisnya tepat di tengah liang masuk anusnyah.
Kemudian ia membuka belahan pantat Diah lebar-lebar. "Ampun, jangan! Sakit! Ampun pak, ampun! aakkhh" si Tato mulai mendorong masuk, terus masuk sementara Diah mejerit-jerit minta ampun. Diah meronta-ronta tak berdaya, hanya semakin menambah gairah si Tato untuk terus mendorong masuk. Diah terus menjerit, ketika perlahan seluruh penis si Tato masuk ke anusnya.
"Ampun! Sakit sekali! Ampun!" jerit Diah, ketika si Tato mulai bergerak pelan-pelan keluar masuk anusnyah.
"Buset! Pantat lo emang sempit banget! Lo emang cocok buat beginian!" kata si Tato sambil memandang mataku.
"Lo udah pernah nyoba pantat istri lo belon? Bener-bener kualitas nomer satu!".
Tangisan Diah maskin keras. "Sakit! Sakit sekali! Ampun, sakit! Sakit pak, ampun!" si Tato menampar pantatnya.
"Gila, gue bener-bener seneng sama pantat lo!"
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu depan. Sebelum Diah sempat berteriak, tangan si Tato sudah menutup mulutnya dan ia mendorong penisnya masuk ke anusnyah. Si Kekar kemudian menuju ke ruang depan yang gelap, ketika pintu depan terbuka.
"Di? Ini gue! Kok pintu lo nggak dikunci sih?"
Santi! Sahabat Diah. "Ntar kalo ada ma.. Aahh!" si Kekar sudah menerkam dan memeluk tubuh Santi dari belakang. Terdengar Santi berontak dan meronta-ronta. Tapi tak lama kemudian Santi masuk dipegangi oleh si Kekar dengan kedua tangan terikat ke depan.
Untuk pertama kalinya si Kekar berkata, "Yang ini punya gue." Santi mempunyai tubuh lebih kurus dan lebih tinggi. Buah dadanya tidak sebesar Diah tapi tidak mengurangi kecantikan dan keindahan tubuhnya. Sementara itu si Tato kembali menyetubuhi Diah lewat pantatnya, sementara si Kekar mulai melucuti pakaian Santi.
"Lepasin! Jangan! Diah, kamu kenapa?" Santi berteriak ketika si Kekar menarik BH-nya hingga lepas dan mulai menarik celana jeansnya.
"Jangan! Lepasin Santi, jangan! Kalian perkosa saja saya. Jangan ganggu Santi! Jangan!" si Tato langsung memasukan penisnya keras-keras.
"Jangan banyak omong! Kita mau lo berdua!" Kemudian ia kembali bergerak dengan brutal dan keras.
Si Kekar berhasil menelanjangi Santi, sementara Santi dengan kedua tangan terikat, berusaha menutupi payudaranya. Si Tato kemudian menarik penisnya keluar dari anusnyah, membuat Diah tersungkur lemas kesakitan di lantai. Kemudian ia membantu si Kekar meringkus Santi.
"Lo mau pake pantatnya juga?" tanya si Tato.
"Tentu dong!"
"Oke"
Kemudian mereka mendorong Santi hingga terjatuh di atas lutut dan sikunya di hadapanku. Kemudian si Tato menyeret tubuh Diah dan membaringkannya di sebelah Santi. Sekarang mereka berdua berada dalam posisi merangkak tepat di hadapanku. Si Kekar dan si Tato mulai membandingkan antara Diah dan Santi.
"Wow, liat mereka! Beda tapi oke semua!".
"Lo pilih yang mana? Yang dada besar atau yang pantatnya kenceng?" tanya si Kekar.
"Gue pikir tadi lo bilang yang pantatnya kenceng punya lo!" jawab si Tato.
"Iya, tapi gue lagi baek nih!".
"Gue ambil yang dadanya gede aja. Pantatnya lebih bunder." jawab si Tato sambil menunjuk Diah.
"Oke kalo gitu yang pantatnya kenceng buat gue!"
Akhirnya mereka berdua berlutut di belakang mereka. Si Tato di belakang Diah dan si Kekar di belakang Santi. Mereka menempelkan kepala kejantanannya ke liang dubur Diah, serta membuka belahan pantat Diah dan Santi. Dan bersamaan dengan mulai mendorong masuk ke dubur mereka berdua yang telah menganga dengan lebar.
"Ampun! Jangan lagi! Sakit! Jangan disitu lagi!", Diah menjerit ketika penis si Tato mulai masuk lagi ke anusnya.
"Aduuhh, sakiit. Diah toloong!" Santi menjerit lebih keras lagi, ketika anusnya yang kecil dimasuki oleh penis si Kekar.
"Diem semua! Dasar cewek murahan!" bentak si Kekar.
Si Tato terus bergerak maju mundur sambil mengerang nikmat. "Wah, gue bener kagum sama pantat istri lo ini!"
Aku tak berdaya melihat kedua wanita itu mengerang dan menjerit diperkosa oleh mereka. Kulihat tangan si Kekar meraih payudara Santi yang kecil tapi padat dan meremasnya keras-keras. Kemudian ia menariknya tanpa kasihan. Jeritan Santi kembali terdengar. Melengking.
KISAH PAHIT TEMAN BAIKKU
Berbagi Cerita,
Hi, saya akan menceritakan sebuah pengalaman pahit yang dialamin oleh teman saya. Dia adalah
teman saya sekaligus menjadi adik angkat saya namun demi harga diri korban, makanya nama
mereka terpaksa saya samarkan.
Saat kejadian ini berlangsung, saya sedang kuliah di Australia. Nama temanku adalah Lidya
(disamarkan) usia 24 tahun tinggi 162 cm berat badan 48 kg. Pengalaman pahit ini terjadi di
tahun 1997, di mana saat itu dia bersama dengan teman mainku saat aku masih dulu, Lina.
Dengan tinggi 160 cm berat 55 kg, tubuh Lina boleh dibilang cukup montok sehingga orang
sering menyebutnya 'semok' atau seksi dan montok. Tubuh Lina sangatlah terawat, walau
pinggulnya besar dan usianya 28 thn, lekuk tubuhnya sangat indah, payudaranya yang berukuran 34B itu masih kencang dan kulitnya kuning langsat mulus. Hal ini disebabkan mereka sering
fitness bersama dan mandi susu secara rutin di salah satu hotel di bilangan Sudirman.
Pada malam kelabu itu, seusai dari fitness kami mencari makan di daerah Tanah Abang. Lydia
memakai blue jeans dan kaos biru tua sedangkan Lina memakai celana aerobik hitam ketat serta
kaos putih tipis. Setelah berputar-putar beberapa menit mereka lihat ada warung sop kaki
kambing yang ramai pengunjungnya. "Wah, pasti masakannya enak, kita makan disitu aja yuk",
ajak Lina. Lydia mengangguk saja sambil mencari parkir di dekat warung itu.Kami memesan 2
porsi sop kaki kambing dan nasi putih.
Singkat cerita kami makan sampai habis dan asyik ngobrol, sampai akhirnya kami sadar bahwa
warung itu sudah sepi. Selain mereka, ternyata masih ada tiga pria yang sudah selesai makan.
Seorang tinggi kurus satunya hitam kekar dan satunya lagi pendek gemuk berkumis. Ternyata
mereka sedang menatap Lydia dan Lina sambil berbisik-bisik di antara mereka.
Pria yang tinggi kurus itu tanpa berkedip memandang Lina, mulai dari wajahnya yang cantik
dan manis lalu ke tubuhnya yang saat itu terlihat jelas lekuk tubuhnya karena keringat
membasahi kaos putih tipis milik Lina. Maklum Lina adalah gadis keturunan bermata sipit,
namun justru itulah daya tariknya didukung hidungnya yang mancung membuat wajahnya sangat menarik.
Merasa kurang nyaman Lydia segera mengajak Lina untuk pulang. Sementara itu Lydia melirik
mereka yang terus menatap kami berdua, kulihat matanya merah seolah habis minum alkohol. Tak mereka kuduga saat kami menghampiri mobil, ketiga pria tersebut di belakang kami dan
mendorong kami masuk ke dalam mobil. Lydia kaget sampai tak sempat berteriak, " Diam!, kalau
kalian mau selamat", bentak pria yang hitam kekar itu sambil menunjukkan golok di balik
jaket hitamnya. Dengan mata tertutup mereka dibawa ke suatu tempat yang sepi dan asing
sehingga mereka tidak tahu berada di daerah mana. Kedua tangan Lydia diikat di belakang
badan, begitu juga dengan Lina.
Lina mencoba meronta, dan hal ini membuat mereka gusar. "Plak..plak..", tampar pria tinggi
kurus, hingga bibir Lina berdarah. "Tolong bebaskan kami" pinta Lydia, namun mereka tidak
peduli, justru mendorong Lidya ke dalam ruangan besar bersamaan dengan Lina.
Si kumis mulai menggerayangi tubuh Lydia, baju Lydia dilucuti dengan kasar sehingga sekarang
Lydia telanjang bulat. Sambil mencoba menciumi Lydia, tangan si kumis meremas-remas payudara
Lydia yang montok itu. Bau alkohol dan rokok dari mulutnya membuat Lydia terbatuk batuk
beberapa kali. Sementara Lina disobek pakaiannya oleh dua pria lainnya, lalu dengan kasar
mereka mendorong Lina ke ranjang berukuran besar. Lina mencoba melawan, tapi sia-sia saja,
dia terkapar tak berdaya karena kedua tangannya terikat ke belakang dan kedua kakinya di
pegang oleh pria hitam besar itu.
Rupanya mereka adalah binatang buas yang senang melihat mangsanya disakiti.
"Aduh.. jangan.." rintih Lina, ketika pria itu mencoba memasukkan penisnya ke vagina Lina.
Rupanya pria tersebut kesulitan memasukkan penisnya karena lubang vagina Lina yang sempit
itu.
"Aduh.. ahk.. ahhk", jerit Lina ketika akhirnya perawan Lina kebobolan, rupanya jeritan Lina
ini membuat pria tersebut semakin ganas.
"Ha.. ha.. rupanya kau masih perawan.. oohh.. sesak sekali", pria itu tertawa sambil terus
memaju-mundurkan pantatnya untuk menekan vagina yang sempit itu. Tubuh Lina yang sintal itu ditindih sambil menggeliat kesakitan.
"Ahh.. ohkk.." nafas pria hitam kekar itu yang sudah basah oleh keringat. Sedangkan pria
tinggi kurus mengulum payudara Lina yang masih kencang itu.
Tiba-tiba Lina menjerit lagi karena rupanya payudaranya disundut dengan rokok. Tidak puas
mengulum rupanya pria kurus itu meminta berubah posisi. Tubuh Lina dibalik dan menindih pria hitam kekar sambil vaginanya tetap tersumbat penis yang besar. Ternyata pria tinggi kurus
itu menginginkan anal seks. Penisnya, walau tak sebesar yang hitam kekar itu namun lebih
panjang, ditekankan ke lubang anus Lina, sementara pria di bawah tetap mendorong penisnya kevagina Lina.
Terus terang Lydia saat itu sangat ketakutan, namun pemandangan itu sedikit banyak membuat
Lydia terangsang. Lydia teringat saat Herry pacar Lydia (dia sering bercerita kepadaku
mengenai kehidupan seksualnya karena kami adalah teman dekat tapi aku tetap menganggapnya
sebagai adik angkatku) mengajak bermain anal seks, pedih namun ada kenikmatan tersendiri.
Tubuh Lina yang mulus itu tampak terjepit di antara dua binatang buas. Lina beberapa kali
menggelinjang kesakitan karena secara bersamaan dua lubang yang masih perawan di tekan
bersamaan. Beberapa waktu berselang pria kurus itu mengambil sabuknya dan melecuti punggung
Lina yang mulus terawat, kulihat mata Lina berair menahan rasa sakit yang luar biasa.
Sementara penis pria di bawah berlumuran darah perawan Lina. "Ohh.. nikmat sekali", pria
tinggi kurus itu mendesah.
Tiba-tiba pria berkumis yang sejak tadi memandang atraksi temannya memandangi Lydia dengan
buas. Dia mulai mengulum payudara Lydia dan tangannya menjelajahi vagina Lydia. Rupanya dia
baru sadar bahwa Lydia sedang mens sehingga dia kaget melihat tangannya berdarah. "Plak.!,
kurang ajar kau", bentaknya,sambil mendorong badan Lydia ke lantai.
Tubuh Lydia diputar menjadi posisi menungging, "Aduh.. ahk..", jerit Lydia kesakitan saat
pria berkumis itu memaksakan penisnya ke anusnya. Walau sudah beberapa kali bermain cinta
dengan Herry, namun kali ini sakit luar biasa karena tidak menggunakan pelicin. "Blesss..",
seluruh penisnya terbenam di lubang anus Lydia, sementara tangannya meremas-remas payudara
Lydia.
Tidak puas sampai di situ pria tersebut ikutan mengambil sabuk dan melecuti punggung Lydia.
Tubuh Lydia bergetar keras menahan sakit. "Ahkk.. aduh..", jerit Lydia ketika dia menggigit
leher Lydia. Lydia mengerang kesakitan, namun semakin Lydia kesakitan semakin pria itu
bersemangat mendorong keluar masuk penisnya di anus Lydia. Tak tahan lagi menahan rasa sakit
tiba-tiba mata Lydia gelap tak sadarkan diri.
Sesaat Lydia sadar, dia sudah terbaring di rumah sakit, dia masih merasakan anusnya yang
perih dan tubuh memar, sedangkan Lina masih pingsan di ranjang sebelahnya. Bila anda ingat
perkosaan dua orang wanita dipertengahan tahun 1997 yang ditemukan di pinggir jalan tol
jagorawi, itulah kedua teman baikku yang menjadi korban perkosaan dan aku cuma bisa berdoa
semoga tuhan memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku.
SWEET LITLE DHEA
Berbagi Cerita,
Aku ingat Dhea waktu dia masih kecil. Dia anak temanku yang paling kecil. Dhea benar-benar membuat hatiku tidak karuan, dengan rambut sebahu, hitam legam ikal. Umurnya sekitar 15 atau 16 tahun sekarang, dan wajahnya yang baby face membuatnya seperti tak berdosa. Ketika melihat Dhea untuk yang kesekian kalinya, aku bersumpah kalau aku harus berhasil tidur bersamanya sebelum aku pergi dari kota ini. Dan aku sudah menjalankan rencanaku. Aku main ke rumah Dhea bekali-kali, sepanjang siang dan malam sampai aku telepon untuk mengetahuikapan Dhea ada sendirian dan kapan orang tuanya ada. Dan pada waktu malam aku memutuskanuntuk masuk ke rumah Dhea aku sudah memastikan bahwa orang tua Dhea sudah tidur dan Dhea adadi kamar tidurnya. Rencanaku akan kuperkosa Dhea sementara orang tuanya tidur di kamar mereka. Tubuhku kaku karena tegang, waktu aku buka jendela belakang rumahnya pakai linggis. Suara jendela yang terdongkel terdengar seperti letusan membuatku harus diam tidak bergerak selama setengah jam menunggu apakah ada penghuni rumah yang terbangun. Untung saja semuanya masih dalam keadaan sunyi senyap, dan aku memutuskan untuk masuk. Tubuhku sekarang gemetar. Setiap langkahku seperti membuat seluruh rumah berderit dan aku siap meloncat melarikan diri.Tapi waktu aku sampai di depan kamar tidur Dhea rumah itu masih gelap dan sunyi senyap. Aku buka pintu dan masuk sambil menutupnya kembali. Aku seperti bisa mendengar jantungku yang berdetak keras sekali. Aku belum pernah setakut ini seumur hidupku.
Tapi bagian yang paling susah sudah berhasil aku lampaui. Kamar tidur orang tua Dhea ada di lantai dasar. Aku berdiri di samping ranjang Dhea memilih langkah selanjutnya. Perlahan penisku mulai menegang sampai akhirnya besar dan tegang sampai ngilu. Mata Dhea terbuka menatapku tidak bisa bernafas. Aku ada di sebelah ranjangnya mencekik lehernya, sementara tangan kiriku mengcungkan belati di depan wajahnya. "Diem. Jangan bergerak, jangan bersuara, atau lo mati." aku dengar nada suaraku yang lain sekali dari biasa. Kedengarannya bengis dan kejam.
Dhea tetap terlihat cantik. Umurnya lima belas tahun. Dia terbatuk-batuk.
"Kalau aku lepasin tanganku, lo berguling tengkurap dan jangan berisik atau aku potong leher lo." Aku tentu tidak bermaksud akan membunuh dia, tapi paling tidak itu berhasil bikin Dhea ketakutan. Dhea langsung menurut dan segera kuikat tubuhnya, menutup mulutnya dengan plester, dan mengikat pergelangan tangannya di belakang.
Selimut yang menutupi tubuh Dhea sekarang sudah ada di lantai, dan aku bisa melihat jelas gadis yang lagi tengkurap di depanku. Tubuh Dhea langsing dan mungil, dan baju tidur yang dipakainya terangkat ke tas membuatku bisa melihat kakinya yang putih dan mulus. Ereksiku sudah maksimal dan aku sudah tidak tahan sakitnya, celanaku menyembul didorong oleh penisku yang besar, dan bersentuhan dengan pantat Dhea yang mungil. Aku menindih Dhea dan bergoyang-goyang membuat penisku bergesekan dengan pantat Dhea dan dengan tanganku bebas kuraba bagian dada Dhea yang masih ditutup oleh dasternya. Buah dada Dhea masih kecil, yang membuatku makin birahi. Mulutku bersentuhan dengan telinga Dhea.
"Lo benar-benar sempurna. Tetap diam dan aku akan pergi sebentar segera."
Mata Dhea terpejam seakan-akan telah tertidur kembali. Aku lepaskan celana trainingku dan celana dalamku sampai ke kakiku tapi belum aku melepaskannya dari badanku, sambil menatap bagian belakang tubuh Dhea yang indah. Kakinya yang telanjang membuat nafasku berat, dan dasternya tidak bisa lagi menutupi pantatnya yang ditutupi celana dalam putih. Dan tangannya yang terikat erat benar-benar membuat Dhea sempurna buatku. Aku buka kaki Dhea tanpa perlawanan yang berarti, dan membenamkan wajahku, yang membuat Dhea mengeluarkan erangan untuk pertama kalinya. Aku benamkan wajahku ke selangkangan Dhea, menikmati wangi tubuh Dhea, yang terus mengerang ketakutan. Selanjutnya aku raba-raba vaginanya yang tertutup celana dalam dari belakang, meraba, dan akhirnya menusuk-nusuk dengan jariku. Ini membuat erangan Dhea makin keras sehingga aku harus mengancamnya lagi dengan belatiku. Kemudian kulihat dia gemetar dan kelihatannya mulai menangis. Celana dalamnya lembab, dan aku jadi berpikir mungkin Dhea mulai terangsang oleh jariku.
"Lo suka Dhea? Hei, lao suka tidak?" Dhea hanya menangis. Aku terus meraba vaginanya, sampai aku tidak tahan lagi, dan langsung kutarik celana dalam Dhea sampai lepas. Aku makin mencium bau tubuh Dhea. Dan aku mulai gila. Aku balik lagi badannya, karena aku tahu aku lebih mudah ngerjain Dhea lewat depan. Dhea berbaring tidak nyaman, berbaring telentang dengan tangan terikat ke belakang, dan telanjang mulai pinggang ke bawah, rambut kemaluannya yang masih tipis terlihat jelas. Ia menatap mataku, air mata membuat pipi Dhea berkilat tertimpa cahaya lampu kamarnya. Aku tidak begitu suka lihat tatap mata Dhea, aku jadi berpikir untuk bikin dia tengkurap lagi begitu penisku sudah masuk ke vaginanya. Aku menempatkan tubuhku, aku harus memnyuruhnya beberapa kali untuk membuka kakinya lebihlebar, seperti dokter gigi, "Ayo lebih lebar sayang, lho kok segitu, lebih lebar lagi, bagus anak manis…", Aku ingin tahu dia masih perawan atau tidak. Dhea tidak meronta-ronta, soalnya aku masih pegang belatiku, tapi terus menangis tersedu-sedu, dan mengerang-erang, berusaha berkata sesuatu.
"Lo masih perawan tidak Dhea? Masih? Masih apa tidak."
Dhea terus menangis. Aku angkat dasternya ke atas lagi. Di depan Dhea agak rata, buah dadanya hanya sekepal dengan puting susu yang mengeras. Aku pikir itu karena udara dingin, tapi mungkin juga bagian dari tubuh Dhea yang emang terangsang.
"Bukan gitu sayang, lo musti buka lebih lebar lagi.."
Aku tekan penisku di belahan vaginanya yang masih mungil. Terasa basah. benar-benar super sempit. Kutarik lagi penisku dan kumasukkan jariku, dan merasakan jepitan vagina Dhea yang hangat yang membuat penisku ingin merasakannya juga. Aku gerakkan penisku maju mundur beberapa kali dan mengarahkan penisku lagi, tegang seperti tongkat kayu.
"Buka lagi manis. Lo benar-benar cantik. Aku cuma mau perkosa kamu terus pergi."
Aku harus mendorong, bergoyang, berputar, dan akhirnya mengangkat kedua kaki Dhea ke atas sebelum aku berhasil mendorong kepala penisku masuk ke vagina Dhea. Aku lihat lagi buah dada Dhea dengan putingnya yang mencuat ke atas, mata yang memohon dan meratap dengan air mata dan aku dorong penisku masuk ke vagina mungil milik gadis berumur lima belas tahun itu
dengan seluruh tenagaku. Dhea menjerit, diredam oleh plester, membuatku makin semangat. Vaginanya sempit sekali seperti menggenggam penisku. Dia ternyata tidak basah sama sekali.
Aku perkosa dia dengan kasar, seakan-akan aku ingin membuatnya mati dengan penisku, berusaha membuat Dhea menjerit serta aku menghentak masuk. Dhea semakin histeris sekarang. Keadaanku sudah 100 persen dikuasai birahi, dan sekarang aku memusatkan perhatian untuk menyakiti Dhea, dan aku tidak punya lagi rasa kasihan buat Dhea. Aku terus menghentak-hentak di atas tubuh Dhea, dengan kecepatan yang brutal, dan tubuhnya yang mungil yang terbanting-banting karena gerakanku. Aku merasa aku seperti merobek vagina Dhea dengan penisku, dan membuatku makin terangsang, mendorongku bergerak makin brutal. Di sela-sela gerakanku, aku jatuhkan belatiku dan kulepaskan celanaku yang membuat tanganku bebas
menggunakan tubuh Dhea. Aku kesetanan merasakan tubuh Dhea, aku meremas setiap bagian tubuh Dhea, meremas buah dadanya, menjepit puting susunya, dan menggunakan bahunya yang kecil buat menopang tubuhku. Aku hampir tidak ingat apa aja yang aku kerjakan sama Dhea. Dhea beberapa kali meronta pada
awalnya, berusaha membebaskan tangannya, berusaha berguling, berusaha mengeluarkan penisku dari vaginanya. Wajah Dhea memancarkan rasa panik dan takut, dan aku terus memperkosanya sekuat tenagaku, seakan-akan itu masalah hidup dan matiku. Seaat sebelum aku mengalami orgasme aku menarik penisku keluar dan Dhea langsung berusaha untuk berguling. Aku jambak rambutnya dan menariknya.
"Brengsek, tidur ke lantai."
Aku tarik kepalanya sampai menempel ke lantai. Sementara dia jatuh berlutut, tapi Dhea sama sekali tidak bisa mengangkat wajahnya dengan tangan masih terikat ke belakang. Kepala Dhea terbenam ke lantai. Dhea masih menangis dan gemetar. Aku masukkan lagi penisku ke vagina Dhea tanpa kesulitan, karena penisku sudah seluruhnya dilumuri darah perawan Dhea. Aku masukkan dari belakang sebelum Dhea sempat meronta, aku pegangin pinggulnya sementara aku terus mendorong sekuat tenaga. Dengan pantat masih nungging ke atas aku tekan punggung Dhea dengan tanganku sehingga kepala dan dada Dhea makin terhimpit ke lantai, dan aku terus
memperkosa dia dengan gaya seperti anjing. Dan Dhea sendiri sekarang mendengking-dengking seperti anak anjing yang ketakutan. Sekarang kutarik lagi rambutnya, membuat kepala Dhea terangkat. Dhea benar-benar cantik dan tak berdaya, tangannya terikat di punggung. Aku terus menyetubuhinya dengan keras dan tidak berirama, kadang brutal berhenti sedetik dan mulai lagi dengan keras, dan bergatin menekan punggungnya ke lantai lalu menarik rambutnya hingga ia mendongak lagi, sampai aku merasakan tanda-tanda ejkulasi lagi. Aku ingin sekali melepas plesternya dan memasukan penisku ke mulutnya yang mungil, tapi untung saja aku masih sadar kalau itu bisa bikin aku ketahuan,jadi aku tetap metahan penisku di liang kenikmatan Dhea
sedalam-dalamnya dan melepaskan ejakulasiku. Aku pegangin belahan pantat Dhea dekat dengan selangkanganku waktu aku menyemburkan spermaku ke rahim Dhea yang menerimanya dengan tatapan mata panik.
"Oh Dhea, sayangku, oh, oh..."
Penisku bekerja keras memompa, berdenyut, menyemburkan sperma ke tubuh Dhea, dan aku belum pernah mengeluarkan sperma sebanyak ini selama hidupku. Dhea tetap diam tidak bergerak, terengah-engah. Nafasku juga terputus-putus, dan bergidik sedikit ketika aku mengejang lagi dan menyemprotkan sisa spermaku ke rahim Dhea. Aku menghentak dia beberapa kali lagi, sekarang dengan penuh perasaan seperti sepasang kekasih. Dhea sadar bahwa aku sudah selesai, dan menerima gerakanku yang terakhir ini masih tak bergerak, dengan kepala terbenam ke dalam karpet kamarnya yang tebal.
Aku tarik penisku keluar. Dan aku langsung merasa cemas lagi. Aku langsung mengenakan pakaianku, dan secara ajaib masih ingat untuk mengambil belatiku dan memikirkan sesuatu untuk aku ucapkan pada Dhea.
"... Makasih sayang", aku berbisik lirih, dan langsung melarikan diri.
Dan biarpun aku sempat cemas ketika aku sudah dalam perjalanan ke luar kota, beberapa saat kemudian aku kembali dipenuhi hasrat baru. Aku berpikir untuk kembali dan menculik Dhea serta mengajak beberapa orang temanku untuk mencicipinya.
AKU di PERKOSA 3 GADIS
Berbagi Cerita,
Sebenarnya aku tidak istimewa, wajahku juga tidak terlalu tampan, tinggi dan bentuk tubuhku juga biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa dalam diriku. Tapi entah kenapa aku banyak disukai wanita. Bahkan ada yang terang-terangan mengajakku berkencan. Tapi aku tidak pernah berpikir sampai ke sana. Aku belum mau pacaran. Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas dua SMA. Padahal hampir semua teman-temanku yang laki, sudah punya pacar. Bahkan sudah ada yang beberapa kali ganti pacar. Tapi aku sama sekali belum punya keinginan untuk pacaran. Walau sebenarnya banyak juga gadis-gadis yang mau jadi pacarku.
Waktu itu hari Minggu pagi. Iseng-iseng aku berjalan-jalan memakai pakaian olah raga. Padahal aku paling malas berolah raga. Tapi entah kenapa, hari itu aku pakai baju olah raga, bahkan pakai sepatu juga. Dari rumahku aku sengaja berjalan kaki. Sesekali berlari kecil mengikuti orang-orang yang ternyata cukup banyak juga yang memanfaatkan minggu pagi untuk berolah raga atau hanya sekedar berjalan-jalan menghirup udara yang masih bersih.
Tidak terasa sudah cukup jauh juga meninggalkan rumah. Dan kakiku sudah mulai terasa pegal. Aku duduk beristirahat di bangku taman, memandangi orang-orang yang masih juga berolah raga dengan segala macam tingkahnya. Tidak sedikit anak-anak yang bermain dengan gembira.
Belum lama aku duduk beristirahat, datang seorang gadis yang langsung saja duduk di sebelahku. Hanya sedikit saja aku melirik, cukup cantik juga wajahnya. Dia mengenakan baju kaos yang ketat tanpa lengan, dengan potongan leher yang lebar dan rendah, sehingga memperlihatkan seluruh bahu serta sebagian punggung dan dadanya yang menonjol dalam ukuran cukup besar. Kulitnya putih dan bersih celana pendek yang dikenakan membuat pahanya yang putih dan padat jadi terbuka. Cukup leluasa untuk memandangnya. Aku langsung berpura-pura memandang jauh ke depan, ketika dia tiba-tiba saja berpaling dan menatapku.
"Lagi ada yang ditunggu?", tegurnya tiba-tiba.
Aku terkejut, tidak menyangka kalau gadis ini menegurku. Cepat-cepat aku menjawab dengan agak gelagapan juga. Karena tidak menduga kalau dia akan menyapaku.
"Tidak..., Eh, kamu sendiri..?",aku balik bertanya.
"Sama, aku juga sendirian", jawabnya singkat.
Aku berpaling dan menatap wajahnya yang segar dan agak kemerahan. Gadis ini bukan hanya memiliki wajah yang cukup cantik tapi juga punya bentuk tubuh yang bisa membuat mata lelaki tidak berkedip memandangnya. Apalagi pinggulnya yang bulat dan padat berisi. Bentuk kakinya juga indah. Entah kenapa aku jadi tertarik memperhatikannya. Padahal biasanya aku tidak pernah memperhatikan wanita sampai sejauh itu.
"Jalan-jalan yuk...", ajaknya tiba-tiba sambil bangkit berdiri.
"Kemana?", tanyaku ikut berdiri.
"Kemana saja, dari pada bengong di sini", sahutnya.
Tanpa menunggu jawaban lagi, dia langsung mengayunkan kakinya dengan gerakan yang indah dan gemulai. Bergegas aku mengikuti dan mensejajarkan ayunan langkah kaki di samping sebelah kirinya. Beberapa saat tidak ada yang bicara. Namun tiba-tiba saja aku jadi tersentak kaget, karena tanpa diduga sama sekali, gadis itu menggandeng tanganku. Bahkan sikapnya begitu mesra sekali. Padahal baru beberapa detik bertemu. Dan akujuga belum kenal namanya.
Dadaku seketika jadi berdebar menggemuruh tidak menentu. Kulihat tangannya begitu halus dan lembut sekali. Dia bukan hanya menggandeng tanganku, tapi malah mengge1ayutinya. Bahkan sesekali merebahkan kepalanya dibahuku yang cukup tegap.
"Eh, nama kamu siapa...?", tanyanya, memulai pembicaraan lebih dulu.
"Angga", sahutku.
"Akh.., kayak nama perempuan", celetuknya. Aku hanya tersenyum saja sedikit.
"Kalau aku sih biasa dipanggil Ria", katanya langsung memperkenalkan diri sendiri. Padahal aku tidak memintanya.
"Nama kamu bagus", aku memuji hanya sekedar berbasa-basi saja.
"Eh, boleh nggak aku panggil kamu Mas Angga?, Soalnya kamu pasti lebih tua dariku",· katanya meminta.
Aku hanya tersenyum saja. Memang kalau tidak pakai seragam Sekolah, aku kelihatan jauh lebih dewasa. Padahal umurku saja baru tujuh belas lewat beberapa bulan. Dan aku memperkirakan kalau gadis ini pasti seorang mahasiswi, atau karyawati yang sedang mengisi hari libur dengan berolah raga pagi. Atau hanya sekedar berjalan-jalan sambil mencari kenalan baru.
"Eh, bubur ayam disana nikmat lho. Mau nggak...?", ujarnya menawarkan, sambil menunjuk gerobak tukang bubur ayam.
"Boleh", sahutku.
Kami langsung menikmati bubur ayam yang memang rasanya nikmat sekali. Apa lagi perutku memang lagi lapar. Sambil makan, Ria banyak bercerita. Sikapnya begitu riang sekali, membuatku jadi senang dan seperti sudah lama mengenalnya. Ria memang pandai membuat suasana jadi akrab.
Selesai makan bubur ayam, aku dan gadis itu kembali berjalan-jalan. Sementara matahari sudah naik cukup tinggi. Sudah tidak enak lagi berjalan di bawah siraman teriknya mentari. Aku bermaksud mau pulang. Tanpa diduga sama sekali, justru Ria yang mengajak pulang lebih dulu.
"Mobilku di parkir disana...", katanya sambil menunjuk deretan mobil-mobil yang cukup banyak terparkir.
"Kamu bawa mobil...?", tanyaku heran.
"Iya. Soalnya rumahku kan cukup jauh. Malas kalau naik kendaraan umum", katanya beralasan.
"Kamu sendiri...?"
Aku tidak menjawab dan hanya mengangkat bahu saja.
"Ikut aku yuk...", ajaknya langsung.
Belum juga aku menjawab, Ria sudah menarik tanganku dan menggandeng aku menuju ke mobilnya. Sebuah mobil starlet warna biru muda masih mulus, dan tampaknya masih cukup baru. Ria malah meminta aku yang mengemudi. Untungnya aku sering pinjam mobil Papa, jadi tidak canggung lagi membawa mobil. Ria langsung menyebutkan alamat rumahnya. Dan tanpa banyak tanya lagi, aku langsung mengantarkan gadis itu sampai ke rumahnya yang berada di lingkungan komplek perumahan elite. sebenarnya aku mau langsung pulang. Tapi Ria menahan dan memaksaku untuk singgah.
"Ayo..", Sambil menarik tanganku, Ria memaksa dan membawaku masuk ke dalam rumahnya. Bahkan dia langsung menarikku ke lantai atas. Aku jadi heran juga dengan sikapnya yang begitu berani membawa laki-laki yang baru dikenalnya ke dalam kamar.
"Tunggu sebentar ya...", kata Ria setelah membawaku ke dalam sebuah kamar.
Dan aku yakin kalau ini pasti kamar Ria. Sementara gadis itu meninggalkanku seorang diri, entah ke mana perginya. Tapi tidak lama dia sudah datang lagi. Dia tidak sendiri, tapi bersama dua orang gadis lain yang sebaya dengannya. Dan gadis-gadis itu juga memiliki wajah cantik serta tubuh yang ramping, padat dan berisi.
Aku jadi tertegun, karena mereka langsung saja menyeretku ke pembaringan. Bahkan salah seorang langsung mengikat tanganku hingga terbaring menelentang di ranjang. Kedua kakiku juga direntangkan dan diikat dengan tali kulit yang kuat. Aku benar-benar terkejut, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Karena kejadiannya begitu cepat dan tiba-tiba sekali, hingga aku tidak sempat lagi menyadari.
"Aku dulu..., Aku kan yang menemukan dan membawanya ke sini", kata Ria tiba-tiba sambil melepaskan baju kaosnya.
Kedua bola mataku jadi terbeliak lebar. Ria bukan hanya menanggalkan bajunya, tapi dia melucuti seluruh penutup tubuhnya. Sekujur tubuhku jadi menggigil, dadaku berdebar, dan kedua bola mataku jadi membelalak lebar saat Ria mulai melepaskan pakaian yang dikenakannya satu persatu sampai polos sama sekali.. Akhh tubuhnya luar biasa bagusnya.. baru kali ini aku melihat payudara seorang gadis secara dekat, payudaranya besar dan padat. Bentuk pinggulnya ramping dan membentuk bagai gitar yang siap dipetik, Bulu-bulu vaginanya tumbuh lebat di sekitar kemaluannya. Sesaat kemudian Ria menghampiriku, dan merenggut semua pakaian yang menutupi tubuhku, hingga aku henar-benar polos dalam keadaan tidak berdaya. Bukan hanya Ria yang mendekatiku, tapi kedua gadis lainnya juga ikut mendekati sambil menanggalkan penutup tubuhnya.
"Eh, apa-apaan ini? Apa mau kalian...?", aku membentak kaget.
Tapi tidak ada yang menjawab. Ria sudah menciumi wajah serta leherku dengan hembusan napasnya yang keras dan memburu. Aku menggelinjang dan berusaha meronta. Tapi dengan kedua tangan terikat dan kakiku juga terentang diikat, tidak mudah bagiku untuk melepaskan diri. Sementara itu bukan hanya Ria saja yang menciumi wajah dan sekujur tubuhku, tapi kedua gadis lainnya juga melakukan hal yang sama.
Sekujur tubuhku jadi menggeletar hebat Seperti tersengat listrik, ketika merasakan jari-jari tangan Ria yang lentik dan halus menyambar dan langsung meremas-remas bagian batang penisku. Seketika itu juga batang penisku tiba-tiba menggeliat-geliat dan mengeras secara sempurna, aku tidak mampu melawan rasa kenikmatan yang kurasakan akibat penisku di kocok-kocok dengan bergairah oleh Ria. Aku hanya bisa merasakan seluruh batangan penisku berdenyut-denyut nikmat.
Aku benar-benar kewalahan dikeroyok tiga orang gadis yang sudah seperti kerasukan setan. Gairahku memang terangsang seketika itu juga. Tapi aku juga ketakutan setengah mati. Berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Aku ingin meronta dan mencoba melepaskan diri, tapi aku juga merasakan suatu kenikmatan yang biasanya hanya ada di dalam hayalan dan mimpi-mimpiku.
Aku benar-benar tidak berdaya ketika Ria duduk di atas perutku, dan menjepit pinggangku dengan sepasang pahanya yang padat. Sementara dua orang gadis lainnya yang kutahu bernama Rika dan Sari terus menerus menciumi wajah, leher dan sekujur tubuhku. Bahkan mereka melakukan sesuatu yang hampir saja membuatku tidak percaya, kalau tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Saat itu juga aku langsung menyadari kalau gadis-gadis ini bukan hanya menderita penyakit hiperseks, tapi juga biseks. Mereka bisa melakukan dan mencapai kepuasan dengan lawan jenisnya, dan juga dengan sejenisnya. Bahkan mereka juga menggunakan alat-alat untuk mencapai kepuasan seksual. Aku jadi ngeri dan takut membayangkannya.
Sementara itu Ria semakin asyik menggerak-gerakkan tubuhnya di atas tubuhku. Meskipun ada rasa takut dalam diriku, tetapi aku benar-benar merasakan kenikmatan yang amat sangat, baru kali ini penisku merasakan kelembutan dan hangatnya lubang vagina seorang gadis, lembut, rapat dan sedikit basah, Riapun merasakan kenikmatan yang sama, bahkan sesekali aku mendengar dia merintih tertahan. Ria terus menggenjot tubuhnya dengan gerakan-gerakan yang luar biasa cepatnya membuatku benar-benar tidak kuasa lagi menerima kenikmatan bertubi-tubi aku berteriak tertahan. Ria yang mendengarkan teriakanku ini tiba-tiba mencabut vaginanya dan secara cepat tangannya meraih dan menggenggam batang penisku dan melakukan gerakan-gerakan mengocok yang cepat, hingga tidak lebih dari beberapa detik kemudian aku merasakan puncak kenikmatan yang luar biasa berbarengan dengan spermaku yang menyemprot dengan derasnya. Ria terus mengocok-ngocok penisku sampai spermaku habis dan tidak bisa menyemprot lagi tubuhku merasa ngilu dan mengejang.
Tetapi Ria rupanya tidak berhenti sampai disitu, kemudian dengan cepat dia dibantu dengan kedua temannya menyedot seluruh spermaku yang bertebaran sampai bersih dan memulai kembali menggenggam batang penisku erat-erat dengan genggaman tangannya sambil mulutnya juga tidak lepas mengulum kepala penisku. Perlakuannya ini membuat penisku yang biasanya setelah orgasme menjadi lemas kini menjadi dipaksa untuk tetap keras dan upaya Ria sekarang benar-benar berhasil. Penisku tetap dalam keadaan keras bahkan semakin sempurna dan Ria kembali memasukkan batangan penisku ke dalam vaginanya kembali dan dengan cepatnya Ria menggenjot kembali vaginanya yang sudah berisikan batangan penisku.
Aku merasakan agak lain pada permainan yang kedua ini. Penisku terasa lebih kokoh, stabil dan lebih mampu meredam kenikmatan yang kudapat. Tidak lebih dari sepuluh menit Ria memperkosaku, tiba-tiba dia menjerit dengan tertahan dan Ria tiba-tiba menghentikan genjotannya, matanya terpejam menahan sesuatu, aku bisa merasakan vagina Ria berdenyut-denyut dan menyedot-nyedot penisku, hingga akhirnya Ria melepaskan teriakannya saat ia merasakan puncak kenikmatannya. Aku merasakan vagina Ria tiba-tiba lebih merapat dan memanas, dan aku merasakan kepala penisku seperti tersiram cairan hangat yang keluar dari vagina Ria. Saat Ria mencabut vaginanya kulihat cairan hangat mengalir dengan lumayan banyak di batangan penisku..
Setelah Ria Baru saja mendapatkan orgasme, Ria menggelimpang di sebelah tubuhku. Setelah mencapai kepuasan yang diinginkannya, melihat itu Sari langsung menggantikan posisinya. Gadis ini tidak kalah liarnya. Bahkan jauh lebih buas lagi daripada Ria. Membuat batanganku menjadi sedikit sakit dan nyeri. Hanya dalam tidak sampai satu jam, aku digilir tiga orang gadis liar. Mereka bergelinjang kenikmatan dengan dalam keadaan tubuh polos di sekitarku, setelah masing-masing mencapai kepuasan yang diinginkannya.
Sementara aku hanya bisa merenung tanpa dapat berbuat apa-apa. Bagaimana mungkm aku bisa melakukan sesuatu dengan kedua tangan dan kaki terikat seperti ini...?
Aku hanya bisa berharap mereka cepat-cepat melepaskan aku sehingga aku bisa pulang dan melupakan semuanya. Tapi harapanku hanya tinggal angan-angan belaka. Mereka tidak melepaskanku, hanya menutupi tubuhku dengan selimut. Aku malah ditinggal seorang diri di dalam kamar ini, masih dalam keadaan telentang dengan tangan dan kaki terikat tali kulit. Aku sudah berusaha untuk melepaskan diri. Tapi justru membuat pergelangan tangan dan kakiku jadi sakit. Aku hanya bisa mengeluh dan berharap gadis-gadis itu akan melepaskanku.
Sungguh aku tidak menyangka sama sekali. Ternyata ketiga gadis itli tidak mau melepaskanku. Bahkan mereka mengurung dan menyekapku di dalam kamar ini. Setiap saat mereka datang dan memuaskan nafsu birahinya dengan cara memaksa. Bahkan mereka menggunakan obat-obatan untuk merangsang gairahku. Sehingga aku sering kali tidak menyadari apa yang telah kulakukan pada ketiga gadis itu. Dalam pengaruh obat perangsang, mereka melepaskan tangan dan kakiku. Tapi setelah mereka mencapai kepuasan, kembali mengikatku di ranjang ini. Sehingga aku tidak bisa meninggalkan ranjang dan kamar ini.
Dan secara bergantian mereka mengurus makanku. Mereka memandikanku juga di ranjang ini dengan menggunakan handuk basah, sehingga tubuhku tetap bersih. Meskipun mereka merawat dan memperhatikanku dengan baik, tapi dalam keadaan terbelenggu seperti ini siapa yang suka? Berulang kali aku meminta untuk dilepaskan. Tapi mereka tidak pernah menggubris permintaanku itu. Bahkan mereka mengancam akan membunuhku kalau berani berbuat macam-macam. Aku membayangkan kalau orang tua dan saudara-saudara serta semua temanku pasti kebingungan mencariku.
Karena sudah tiga hari aku tidak pulang akibat disekap gadis-gadis binal dan liar ini. Meskipun mereka selalu memberiku makanan yang lezat dan bergizi, tapi hanya dalam waktu tiga hari saja tubuhku sudah mulai kelihatan kurus. Dan aku sama sekali tidak punya tenaga lagi. Bahkan aku sudah pasrah. Setiap saat mereka selalu memaksaku menelan obat perangsang agar aku tetap bergairah dan bisa melayani nafsu birahinya. Aku benar-benar tersiksa. Bukan hanya fisik, tapi juga batinku benar-benar tersiksa. Dan aku sama sekali tidak berdaya untuk melepaskan diri dari cengkeraman gadis-gadis binal itu.
Tapi sungguh aneh. Setelah lima hari terkurung dan tersiksa di dalam kamar ini, aku tidak lagi melihat mereka datang. Bahkan sehari semalam mereka tidak kelihatan. Aku benar-benar ditinggal sendirian di dalam kamar ini dalam keadaan terikat dan tidak berdaya. Sementara perutku ini terus menerus menagih karena belum diisi makanan. Aku benar-benar tersiksa lahir dan batin.
Namun keesokan harinya, pintu kamar terbuka. Aku terkejut, karena yang datang bukan Ria, Santi atau Rika Tapi seorang lelaki tua, bertubuh kurus. Dia langsung menghampiriku dan membuka ikatan di tangan dan kaki. Saat itu aku sudah benar-benar lemah, sehingga tidak mampu lagi untuk bergerak. Dan orang tua ini memintaku untuk tetap berbaring. Bahkan dia memberikan satu stel pakaian, dan membantuku mengenakannya.
"Tunggu sebentar, Bapak mau ambilkan makanan", katanya sambil berlalu meninggalkan kamar ini.
Dan memang tidak lama kemudian dia sudah kembali lagi dengan membawa sepiring nasi dengan lauk pauknya yang mengundang selera. Selama dua hari tidak makan, membuat nafsu makanku jadi tinggi sekali. Sebentar saja sepiring nasi itu sudah habis berpindah ke dalam perut. Bahkan satu teko air juga kuhabiskan. Tubuhku mulai terasa segar. Dan tenagaku berangsur pulih.
"Bapak ini siapa?", tanyaku
"Saya pengurus rumah ini", sahutnya.
"Lalu, ketiga gadis itu..", tanyaku lagi.
"hh..., Mereka memang anak-anak nakal. Maafkan mereka, Nak...", katanya dengan nada sedih.
"Bapak kenal dengan mereka?", tanyaku.
"Bukannya kenal lagi. Saya yang mengurus mereka sejak kecil. Tapi saya tidak menyangka sama sekali kalau mereka akan jadi binal seperti itu. Tapi untunglah, orang tua mereka telah membawanya pergi dari sini. Mudah-mudahan saja kejadian seperti ini tidak terulang lagi", katanya menuturkan dengan mimik wajah yang sedih.
Aku juga tidak bisa bilang apa-apa lagi. Setelah merasa tenagaku kembali pulih, aku minta diri untuk pulang. Dan orang tua itu mengantarku sampai di depan pintu. Kebetulan sekali ada taksi yang lewat. Aku langsung mencegat dan meminta supir taksi mengantarku pulang ke rumahku. Di dalam perjalanan pulang, aku mencoba merenungi semua yang baru saja terjadi.
Aku benar-benar tidak mengerti, dan hampir tidak percaya. Seakan-akan semua yang terjadi hanya mimpi belaka. Memang aku selalu menganggap semua itu hanya mimpi buruk. Dan aku tidak berharap bisa terulang lagi. Bahkan aku berharap kejadian itu tidak sampai menimpa orang lain. Aku selalu berdoa semoga ketiga gadis itu menyadari kesalahannya dan mau bertobat. Karena yang mereka lakukan itu merupakan suatu kesalahan besar dan perbuatan hina yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Sebenarnya aku tidak istimewa, wajahku juga tidak terlalu tampan, tinggi dan bentuk tubuhku juga biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa dalam diriku. Tapi entah kenapa aku banyak disukai wanita. Bahkan ada yang terang-terangan mengajakku berkencan. Tapi aku tidak pernah berpikir sampai ke sana. Aku belum mau pacaran. Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas dua SMA. Padahal hampir semua teman-temanku yang laki, sudah punya pacar. Bahkan sudah ada yang beberapa kali ganti pacar. Tapi aku sama sekali belum punya keinginan untuk pacaran. Walau sebenarnya banyak juga gadis-gadis yang mau jadi pacarku.
Waktu itu hari Minggu pagi. Iseng-iseng aku berjalan-jalan memakai pakaian olah raga. Padahal aku paling malas berolah raga. Tapi entah kenapa, hari itu aku pakai baju olah raga, bahkan pakai sepatu juga. Dari rumahku aku sengaja berjalan kaki. Sesekali berlari kecil mengikuti orang-orang yang ternyata cukup banyak juga yang memanfaatkan minggu pagi untuk berolah raga atau hanya sekedar berjalan-jalan menghirup udara yang masih bersih.
Tidak terasa sudah cukup jauh juga meninggalkan rumah. Dan kakiku sudah mulai terasa pegal. Aku duduk beristirahat di bangku taman, memandangi orang-orang yang masih juga berolah raga dengan segala macam tingkahnya. Tidak sedikit anak-anak yang bermain dengan gembira.
Belum lama aku duduk beristirahat, datang seorang gadis yang langsung saja duduk di sebelahku. Hanya sedikit saja aku melirik, cukup cantik juga wajahnya. Dia mengenakan baju kaos yang ketat tanpa lengan, dengan potongan leher yang lebar dan rendah, sehingga memperlihatkan seluruh bahu serta sebagian punggung dan dadanya yang menonjol dalam ukuran cukup besar. Kulitnya putih dan bersih celana pendek yang dikenakan membuat pahanya yang putih dan padat jadi terbuka. Cukup leluasa untuk memandangnya. Aku langsung berpura-pura memandang jauh ke depan, ketika dia tiba-tiba saja berpaling dan menatapku.
"Lagi ada yang ditunggu?", tegurnya tiba-tiba.
Aku terkejut, tidak menyangka kalau gadis ini menegurku. Cepat-cepat aku menjawab dengan agak gelagapan juga. Karena tidak menduga kalau dia akan menyapaku.
"Tidak..., Eh, kamu sendiri..?",aku balik bertanya.
"Sama, aku juga sendirian", jawabnya singkat.
Aku berpaling dan menatap wajahnya yang segar dan agak kemerahan. Gadis ini bukan hanya memiliki wajah yang cukup cantik tapi juga punya bentuk tubuh yang bisa membuat mata lelaki tidak berkedip memandangnya. Apalagi pinggulnya yang bulat dan padat berisi. Bentuk kakinya juga indah. Entah kenapa aku jadi tertarik memperhatikannya. Padahal biasanya aku tidak pernah memperhatikan wanita sampai sejauh itu.
"Jalan-jalan yuk...", ajaknya tiba-tiba sambil bangkit berdiri.
"Kemana?", tanyaku ikut berdiri.
"Kemana saja, dari pada bengong di sini", sahutnya.
Tanpa menunggu jawaban lagi, dia langsung mengayunkan kakinya dengan gerakan yang indah dan gemulai. Bergegas aku mengikuti dan mensejajarkan ayunan langkah kaki di samping sebelah kirinya. Beberapa saat tidak ada yang bicara. Namun tiba-tiba saja aku jadi tersentak kaget, karena tanpa diduga sama sekali, gadis itu menggandeng tanganku. Bahkan sikapnya begitu mesra sekali. Padahal baru beberapa detik bertemu. Dan akujuga belum kenal namanya.
Dadaku seketika jadi berdebar menggemuruh tidak menentu. Kulihat tangannya begitu halus dan lembut sekali. Dia bukan hanya menggandeng tanganku, tapi malah mengge1ayutinya. Bahkan sesekali merebahkan kepalanya dibahuku yang cukup tegap.
"Eh, nama kamu siapa...?", tanyanya, memulai pembicaraan lebih dulu.
"Angga", sahutku.
"Akh.., kayak nama perempuan", celetuknya. Aku hanya tersenyum saja sedikit.
"Kalau aku sih biasa dipanggil Ria", katanya langsung memperkenalkan diri sendiri. Padahal aku tidak memintanya.
"Nama kamu bagus", aku memuji hanya sekedar berbasa-basi saja.
"Eh, boleh nggak aku panggil kamu Mas Angga?, Soalnya kamu pasti lebih tua dariku",· katanya meminta.
Aku hanya tersenyum saja. Memang kalau tidak pakai seragam Sekolah, aku kelihatan jauh lebih dewasa. Padahal umurku saja baru tujuh belas lewat beberapa bulan. Dan aku memperkirakan kalau gadis ini pasti seorang mahasiswi, atau karyawati yang sedang mengisi hari libur dengan berolah raga pagi. Atau hanya sekedar berjalan-jalan sambil mencari kenalan baru.
"Eh, bubur ayam disana nikmat lho. Mau nggak...?", ujarnya menawarkan, sambil menunjuk gerobak tukang bubur ayam.
"Boleh", sahutku.
Kami langsung menikmati bubur ayam yang memang rasanya nikmat sekali. Apa lagi perutku memang lagi lapar. Sambil makan, Ria banyak bercerita. Sikapnya begitu riang sekali, membuatku jadi senang dan seperti sudah lama mengenalnya. Ria memang pandai membuat suasana jadi akrab.
Selesai makan bubur ayam, aku dan gadis itu kembali berjalan-jalan. Sementara matahari sudah naik cukup tinggi. Sudah tidak enak lagi berjalan di bawah siraman teriknya mentari. Aku bermaksud mau pulang. Tanpa diduga sama sekali, justru Ria yang mengajak pulang lebih dulu.
"Mobilku di parkir disana...", katanya sambil menunjuk deretan mobil-mobil yang cukup banyak terparkir.
"Kamu bawa mobil...?", tanyaku heran.
"Iya. Soalnya rumahku kan cukup jauh. Malas kalau naik kendaraan umum", katanya beralasan.
"Kamu sendiri...?"
Aku tidak menjawab dan hanya mengangkat bahu saja.
"Ikut aku yuk...", ajaknya langsung.
Belum juga aku menjawab, Ria sudah menarik tanganku dan menggandeng aku menuju ke mobilnya. Sebuah mobil starlet warna biru muda masih mulus, dan tampaknya masih cukup baru. Ria malah meminta aku yang mengemudi. Untungnya aku sering pinjam mobil Papa, jadi tidak canggung lagi membawa mobil. Ria langsung menyebutkan alamat rumahnya. Dan tanpa banyak tanya lagi, aku langsung mengantarkan gadis itu sampai ke rumahnya yang berada di lingkungan komplek perumahan elite. sebenarnya aku mau langsung pulang. Tapi Ria menahan dan memaksaku untuk singgah.
"Ayo..", Sambil menarik tanganku, Ria memaksa dan membawaku masuk ke dalam rumahnya. Bahkan dia langsung menarikku ke lantai atas. Aku jadi heran juga dengan sikapnya yang begitu berani membawa laki-laki yang baru dikenalnya ke dalam kamar.
"Tunggu sebentar ya...", kata Ria setelah membawaku ke dalam sebuah kamar.
Dan aku yakin kalau ini pasti kamar Ria. Sementara gadis itu meninggalkanku seorang diri, entah ke mana perginya. Tapi tidak lama dia sudah datang lagi. Dia tidak sendiri, tapi bersama dua orang gadis lain yang sebaya dengannya. Dan gadis-gadis itu juga memiliki wajah cantik serta tubuh yang ramping, padat dan berisi.
Aku jadi tertegun, karena mereka langsung saja menyeretku ke pembaringan. Bahkan salah seorang langsung mengikat tanganku hingga terbaring menelentang di ranjang. Kedua kakiku juga direntangkan dan diikat dengan tali kulit yang kuat. Aku benar-benar terkejut, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Karena kejadiannya begitu cepat dan tiba-tiba sekali, hingga aku tidak sempat lagi menyadari.
"Aku dulu..., Aku kan yang menemukan dan membawanya ke sini", kata Ria tiba-tiba sambil melepaskan baju kaosnya.
Kedua bola mataku jadi terbeliak lebar. Ria bukan hanya menanggalkan bajunya, tapi dia melucuti seluruh penutup tubuhnya. Sekujur tubuhku jadi menggigil, dadaku berdebar, dan kedua bola mataku jadi membelalak lebar saat Ria mulai melepaskan pakaian yang dikenakannya satu persatu sampai polos sama sekali.. Akhh tubuhnya luar biasa bagusnya.. baru kali ini aku melihat payudara seorang gadis secara dekat, payudaranya besar dan padat. Bentuk pinggulnya ramping dan membentuk bagai gitar yang siap dipetik, Bulu-bulu vaginanya tumbuh lebat di sekitar kemaluannya. Sesaat kemudian Ria menghampiriku, dan merenggut semua pakaian yang menutupi tubuhku, hingga aku henar-benar polos dalam keadaan tidak berdaya. Bukan hanya Ria yang mendekatiku, tapi kedua gadis lainnya juga ikut mendekati sambil menanggalkan penutup tubuhnya.
"Eh, apa-apaan ini? Apa mau kalian...?", aku membentak kaget.
Tapi tidak ada yang menjawab. Ria sudah menciumi wajah serta leherku dengan hembusan napasnya yang keras dan memburu. Aku menggelinjang dan berusaha meronta. Tapi dengan kedua tangan terikat dan kakiku juga terentang diikat, tidak mudah bagiku untuk melepaskan diri. Sementara itu bukan hanya Ria saja yang menciumi wajah dan sekujur tubuhku, tapi kedua gadis lainnya juga melakukan hal yang sama.
Sekujur tubuhku jadi menggeletar hebat Seperti tersengat listrik, ketika merasakan jari-jari tangan Ria yang lentik dan halus menyambar dan langsung meremas-remas bagian batang penisku. Seketika itu juga batang penisku tiba-tiba menggeliat-geliat dan mengeras secara sempurna, aku tidak mampu melawan rasa kenikmatan yang kurasakan akibat penisku di kocok-kocok dengan bergairah oleh Ria. Aku hanya bisa merasakan seluruh batangan penisku berdenyut-denyut nikmat.
Aku benar-benar kewalahan dikeroyok tiga orang gadis yang sudah seperti kerasukan setan. Gairahku memang terangsang seketika itu juga. Tapi aku juga ketakutan setengah mati. Berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Aku ingin meronta dan mencoba melepaskan diri, tapi aku juga merasakan suatu kenikmatan yang biasanya hanya ada di dalam hayalan dan mimpi-mimpiku.
Aku benar-benar tidak berdaya ketika Ria duduk di atas perutku, dan menjepit pinggangku dengan sepasang pahanya yang padat. Sementara dua orang gadis lainnya yang kutahu bernama Rika dan Sari terus menerus menciumi wajah, leher dan sekujur tubuhku. Bahkan mereka melakukan sesuatu yang hampir saja membuatku tidak percaya, kalau tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Saat itu juga aku langsung menyadari kalau gadis-gadis ini bukan hanya menderita penyakit hiperseks, tapi juga biseks. Mereka bisa melakukan dan mencapai kepuasan dengan lawan jenisnya, dan juga dengan sejenisnya. Bahkan mereka juga menggunakan alat-alat untuk mencapai kepuasan seksual. Aku jadi ngeri dan takut membayangkannya.
Sementara itu Ria semakin asyik menggerak-gerakkan tubuhnya di atas tubuhku. Meskipun ada rasa takut dalam diriku, tetapi aku benar-benar merasakan kenikmatan yang amat sangat, baru kali ini penisku merasakan kelembutan dan hangatnya lubang vagina seorang gadis, lembut, rapat dan sedikit basah, Riapun merasakan kenikmatan yang sama, bahkan sesekali aku mendengar dia merintih tertahan. Ria terus menggenjot tubuhnya dengan gerakan-gerakan yang luar biasa cepatnya membuatku benar-benar tidak kuasa lagi menerima kenikmatan bertubi-tubi aku berteriak tertahan. Ria yang mendengarkan teriakanku ini tiba-tiba mencabut vaginanya dan secara cepat tangannya meraih dan menggenggam batang penisku dan melakukan gerakan-gerakan mengocok yang cepat, hingga tidak lebih dari beberapa detik kemudian aku merasakan puncak kenikmatan yang luar biasa berbarengan dengan spermaku yang menyemprot dengan derasnya. Ria terus mengocok-ngocok penisku sampai spermaku habis dan tidak bisa menyemprot lagi tubuhku merasa ngilu dan mengejang.
Tetapi Ria rupanya tidak berhenti sampai disitu, kemudian dengan cepat dia dibantu dengan kedua temannya menyedot seluruh spermaku yang bertebaran sampai bersih dan memulai kembali menggenggam batang penisku erat-erat dengan genggaman tangannya sambil mulutnya juga tidak lepas mengulum kepala penisku. Perlakuannya ini membuat penisku yang biasanya setelah orgasme menjadi lemas kini menjadi dipaksa untuk tetap keras dan upaya Ria sekarang benar-benar berhasil. Penisku tetap dalam keadaan keras bahkan semakin sempurna dan Ria kembali memasukkan batangan penisku ke dalam vaginanya kembali dan dengan cepatnya Ria menggenjot kembali vaginanya yang sudah berisikan batangan penisku.
Aku merasakan agak lain pada permainan yang kedua ini. Penisku terasa lebih kokoh, stabil dan lebih mampu meredam kenikmatan yang kudapat. Tidak lebih dari sepuluh menit Ria memperkosaku, tiba-tiba dia menjerit dengan tertahan dan Ria tiba-tiba menghentikan genjotannya, matanya terpejam menahan sesuatu, aku bisa merasakan vagina Ria berdenyut-denyut dan menyedot-nyedot penisku, hingga akhirnya Ria melepaskan teriakannya saat ia merasakan puncak kenikmatannya. Aku merasakan vagina Ria tiba-tiba lebih merapat dan memanas, dan aku merasakan kepala penisku seperti tersiram cairan hangat yang keluar dari vagina Ria. Saat Ria mencabut vaginanya kulihat cairan hangat mengalir dengan lumayan banyak di batangan penisku..
Setelah Ria Baru saja mendapatkan orgasme, Ria menggelimpang di sebelah tubuhku. Setelah mencapai kepuasan yang diinginkannya, melihat itu Sari langsung menggantikan posisinya. Gadis ini tidak kalah liarnya. Bahkan jauh lebih buas lagi daripada Ria. Membuat batanganku menjadi sedikit sakit dan nyeri. Hanya dalam tidak sampai satu jam, aku digilir tiga orang gadis liar. Mereka bergelinjang kenikmatan dengan dalam keadaan tubuh polos di sekitarku, setelah masing-masing mencapai kepuasan yang diinginkannya.
Sementara aku hanya bisa merenung tanpa dapat berbuat apa-apa. Bagaimana mungkm aku bisa melakukan sesuatu dengan kedua tangan dan kaki terikat seperti ini...?
Aku hanya bisa berharap mereka cepat-cepat melepaskan aku sehingga aku bisa pulang dan melupakan semuanya. Tapi harapanku hanya tinggal angan-angan belaka. Mereka tidak melepaskanku, hanya menutupi tubuhku dengan selimut. Aku malah ditinggal seorang diri di dalam kamar ini, masih dalam keadaan telentang dengan tangan dan kaki terikat tali kulit. Aku sudah berusaha untuk melepaskan diri. Tapi justru membuat pergelangan tangan dan kakiku jadi sakit. Aku hanya bisa mengeluh dan berharap gadis-gadis itu akan melepaskanku.
Sungguh aku tidak menyangka sama sekali. Ternyata ketiga gadis itli tidak mau melepaskanku. Bahkan mereka mengurung dan menyekapku di dalam kamar ini. Setiap saat mereka datang dan memuaskan nafsu birahinya dengan cara memaksa. Bahkan mereka menggunakan obat-obatan untuk merangsang gairahku. Sehingga aku sering kali tidak menyadari apa yang telah kulakukan pada ketiga gadis itu. Dalam pengaruh obat perangsang, mereka melepaskan tangan dan kakiku. Tapi setelah mereka mencapai kepuasan, kembali mengikatku di ranjang ini. Sehingga aku tidak bisa meninggalkan ranjang dan kamar ini.
Dan secara bergantian mereka mengurus makanku. Mereka memandikanku juga di ranjang ini dengan menggunakan handuk basah, sehingga tubuhku tetap bersih. Meskipun mereka merawat dan memperhatikanku dengan baik, tapi dalam keadaan terbelenggu seperti ini siapa yang suka? Berulang kali aku meminta untuk dilepaskan. Tapi mereka tidak pernah menggubris permintaanku itu. Bahkan mereka mengancam akan membunuhku kalau berani berbuat macam-macam. Aku membayangkan kalau orang tua dan saudara-saudara serta semua temanku pasti kebingungan mencariku.
Karena sudah tiga hari aku tidak pulang akibat disekap gadis-gadis binal dan liar ini. Meskipun mereka selalu memberiku makanan yang lezat dan bergizi, tapi hanya dalam waktu tiga hari saja tubuhku sudah mulai kelihatan kurus. Dan aku sama sekali tidak punya tenaga lagi. Bahkan aku sudah pasrah. Setiap saat mereka selalu memaksaku menelan obat perangsang agar aku tetap bergairah dan bisa melayani nafsu birahinya. Aku benar-benar tersiksa. Bukan hanya fisik, tapi juga batinku benar-benar tersiksa. Dan aku sama sekali tidak berdaya untuk melepaskan diri dari cengkeraman gadis-gadis binal itu.
Tapi sungguh aneh. Setelah lima hari terkurung dan tersiksa di dalam kamar ini, aku tidak lagi melihat mereka datang. Bahkan sehari semalam mereka tidak kelihatan. Aku benar-benar ditinggal sendirian di dalam kamar ini dalam keadaan terikat dan tidak berdaya. Sementara perutku ini terus menerus menagih karena belum diisi makanan. Aku benar-benar tersiksa lahir dan batin.
Namun keesokan harinya, pintu kamar terbuka. Aku terkejut, karena yang datang bukan Ria, Santi atau Rika Tapi seorang lelaki tua, bertubuh kurus. Dia langsung menghampiriku dan membuka ikatan di tangan dan kaki. Saat itu aku sudah benar-benar lemah, sehingga tidak mampu lagi untuk bergerak. Dan orang tua ini memintaku untuk tetap berbaring. Bahkan dia memberikan satu stel pakaian, dan membantuku mengenakannya.
"Tunggu sebentar, Bapak mau ambilkan makanan", katanya sambil berlalu meninggalkan kamar ini.
Dan memang tidak lama kemudian dia sudah kembali lagi dengan membawa sepiring nasi dengan lauk pauknya yang mengundang selera. Selama dua hari tidak makan, membuat nafsu makanku jadi tinggi sekali. Sebentar saja sepiring nasi itu sudah habis berpindah ke dalam perut. Bahkan satu teko air juga kuhabiskan. Tubuhku mulai terasa segar. Dan tenagaku berangsur pulih.
"Bapak ini siapa?", tanyaku
"Saya pengurus rumah ini", sahutnya.
"Lalu, ketiga gadis itu..", tanyaku lagi.
"hh..., Mereka memang anak-anak nakal. Maafkan mereka, Nak...", katanya dengan nada sedih.
"Bapak kenal dengan mereka?", tanyaku.
"Bukannya kenal lagi. Saya yang mengurus mereka sejak kecil. Tapi saya tidak menyangka sama sekali kalau mereka akan jadi binal seperti itu. Tapi untunglah, orang tua mereka telah membawanya pergi dari sini. Mudah-mudahan saja kejadian seperti ini tidak terulang lagi", katanya menuturkan dengan mimik wajah yang sedih.
Aku juga tidak bisa bilang apa-apa lagi. Setelah merasa tenagaku kembali pulih, aku minta diri untuk pulang. Dan orang tua itu mengantarku sampai di depan pintu. Kebetulan sekali ada taksi yang lewat. Aku langsung mencegat dan meminta supir taksi mengantarku pulang ke rumahku. Di dalam perjalanan pulang, aku mencoba merenungi semua yang baru saja terjadi.
Aku benar-benar tidak mengerti, dan hampir tidak percaya. Seakan-akan semua yang terjadi hanya mimpi belaka. Memang aku selalu menganggap semua itu hanya mimpi buruk. Dan aku tidak berharap bisa terulang lagi. Bahkan aku berharap kejadian itu tidak sampai menimpa orang lain. Aku selalu berdoa semoga ketiga gadis itu menyadari kesalahannya dan mau bertobat. Karena yang mereka lakukan itu merupakan suatu kesalahan besar dan perbuatan hina yang seharusnya tidak perlu terjadi.